Minggu, 12 September 2010

Strategi Pertemuan Saudagar Banjar


(Dikutip Dari: Harian Radar Banjarmasin, Senin 22 Januari 2007)

Strategi Pertemuan Saudagar Banjar
Oleh: Qinimain Zain

FEELING IS BELIEVING. AMUN baingkutan barataan, dunia gin kawa diragap (JIKA berpegangan tangan semua, dunia pun dapat dipeluk) (Qinimain Zain)


SENIN, 22 Januari 2007 ini, direncanakan pertemuan bisnis Saudagar Banjar menggelar seminar.  Menurut Endang Kusumayardi, ketua kegiatan, hadir 500 peserta dalam dan luar negeri dari pengusaha atau saudagar, tokoh masyarakat, politisi, pakar ekonomi serta budayawan. Nara sumber tak tanggung, menghadirkan tiga menteri, Menteri Perdagangan, Menteri Perindustrian dan Menteri Koperasi UKM, serta Wakil Ketua MPR RI dan Ketua Bappenas. “Dalam petermuan  akan diadakan kontak bisnis, membangun kerjasama dan dialog, serta membina persatuan dan kesatuan bangsa. Diharapkan  ada hasil yang urgen untuk perkembangan ekonomi Kalsel,” jelas Endang Kusumayardi (Radar Banjarmasin, 17/01/07).

Bagaimanakah strategi segenap warga Banjar di banua (daerah) dan di perantauan, menyikapi pertemuan ini berkaitan budaya migrasi dengan pembangunan daerah, suku Banjar, bahkan bangsa?

Migrasi dari suatu banua ke banua lain berkaitan kelangsungan hidup, selalu ada pada berbagai tingkat kehidupan secara massal atau tidak, di mana pun. Baik itu suku, keluarga, pribadi, juga mahluk lain seperti ikan, serangga dan lain-lain. Namun yang penting, bagaimana fenomena ini disikapi menjadi suatu hal menguntungkan.

Ada yang menarik  Akibat globalisasi, migrasi tersebar di berbagai belahan dunia, etnis itu semakin saling ketergantungan, akhirnya membentuk jaringan bisnis internasional hebat. Paradoksnya, peran negara, pemerintahan propinsi dan kabupaten sebagai pengelola bisnis menurun, tetapi sebagai fasilitator meningkat. Karena, bisnis era ini antara perusahaan dengan perusahaan atau orang dengan orang, bukan negara (propinsi dan kabupaten) dengan negara (propinsi dan kabupaten). Maka, jaringan bisnis lintas negara atau daerah, merupakan urat nadi pembangunan ekonomi negara atau daerah. Inilah sisi positif yang harus dimanfaatkan. Contoh, menurut penelitian Joel Kotkin, pada tingkat global tercatat lima suku bangsa berpotensi, yaitu Cina, India, Yahudi, Inggris dan Jepang, ditandai dengan terbentuknya komunitas mereka di berbagai belahan. Cina terkenal dengan jaringan China overseas-nya dan Jepang dengan Jepang Incorporated, yang terbukti memberi kemajuan bagi negara atau banua asalnya.
 
Ada yang berubah drastis di komunitas perantauan ini, tentang pengertian sikap budaya, yaitu determinan budaya berupa negara, bahasa, bangsa, norma, dan filosofi. Migrasi bukan hanya (atau lagi) bersifat fisik, tetapi juga sikap budaya itu sendiri telah berubah dan menjadi sikap budaya baru. Suatu sikap budaya baru yang harus dipahami dengan pola pikir baru pula oleh pemimpin atau negara, banua, organisasi, perusahaan, pribadi, demi kelangsungan (perekonomian) hidupnya, untuk bersikap atau mengambil keputusan agar kokoh, tumbuh dan berkembang. Untuk lebih paham, perubahan ini dapat dijelaskan dalam (r)evolusi paradigma TOTAL QINIMAIN ZAIN: The Strategic-Tactic-Technic Millennium III Conceptual Framework for Sustainable Superiority, TQZ  Culture Migration Strategy atau strategi migrasi budaya yang terdiri dari 5 (lima) Jalan – Path(s), tetapi di sini dibahas salah satu langkahnya TQZ Attitude Migration of Culture (2000) (Lihat Diagram

(Harap ditunggu, akan diisi)

Pertama, Total Quality Operation, ATTITUDE from Country to Fair, Sikap dari negara (pemerintahan) ke keadilan. Artinya, bila ada negara atau daerah yang adil, di sanalah banua mereka. Sikap kedaerahan yang menarik seseorang bermukim ke suatu pemerintahan (negara) propinsi dan kabupaten telah berubah. Dipimpin seseorang putra daerah sedaerah atau bukan, tak menjadi masalah lagi. Yang mendasar, apakah ia berlaku tidak pilih kasih bagi penduduk asli atau penduduk pendatang.

Kedua, Total Quality Control, LANGUAGE from Language to Fact, Bahasa dari bahasa ke fakta. Artinya, mereka yang mampu berbahasa daerah atau berbahasa nasional suatu negara, bukanlah faktor penentu seseorang menjalin hubungan kepercayaan. Dengan globalisasi, seseorang dari daerah tertentu mungkin sudah tidak fasih lagi berbahasa banua asalnya, begitu juga generasi yang lahir kemudian di daerah lain. Bahasa yang dipegang adalah kenyataan. Jika seseorang perilakunya tidak dapat dipercaya, akan tetap tidak dipercaya, siapapa pun dia.

Ketiga, Total Quality Service, TIME CONCEPT from Nation to Future, Konsep waktu dari bangsa ke masa depan. Artinya, mereka yang mempunyai darah kedaerahan  tertentu tidak harus bermukim, tumbuh dan berkembang di daerahnya sampai mati. Tidak akan ada sebutan pengkhianat bagi seseorang yang berhasil di daerah lain. Bagi siapa pun, di mana ada masa depan baginya (dan anak-cucunya), di sanalah tanah dipijak untuk menjunjung langit. 

Keempat, Total Quality Information, ROLE from Law to Function, Undang-undang dari hukum ke fungsi. Artinya, mereka tidak berpatokan berapa banyak peraturan daerah (pemerintah) yang dibuat, tetapi seberapa butir peraturan itu yang diterapkan.

Kelima, Total Quality Touch, THOUGH from Philosophy to Forever, Ajaran dari filosofi ke rukun abadi. Artinya, mereka tidak mempertentangkan ajaran yang dianut oleh keluarga, tetangga atau relasinya. Yang mereka pegang adalah kerukunan, saling menghormati dan hidup berdampingan dengan damai.

Namun demikian, saat tempat tinggal dan kewarganegaraan dapat berpindah, perbedaan bahasa dan kepercayaan bisa beriringan dipahami, dan nilai artifisial tradisi mungkin aus atau tumbuh berkembang, ikatan psikologis asal-usul tetap ada dan semakin kuat ditelusur.

Di sinilah pentingnya sebuah pertemuan kekerababatan daerah, sebagai jaringan bisnis mengubah faktor internal dan eksternal negatif akar migrasi secara fisik yang memiskinkan daerah asal, menjadi faktor internal (push strategy) dan eksternal (pull strategy) positif semangat migrasi secara nilai yang membangun banua. Dengan paradigma strategi ini, produk unggulan daerah dapat lebih cepat kokoh, tumbuh dan berkembang. Produk unggulan banua memang harus mempunyai basis di banua, berkaitan bahan baku atau ketrampilan turun termurun. Tetapi untuk pemasaran, tidak cukup lagi mengandalkan pasar lokal. Bagi banua Banjar, warga Banjar di perantauanlah mitra paling tepat, karena memiliki keterlibatan psikologis. Warga di daerah mendorong produk unggulan lokal ke tingkat regional, nasional bahkan internasional, dan warga di perantauan menarik produk itu lebih cepat meluas.

Sudah saatnya merubah sikap paradigma urang Banjar sukses di rantau, harus pulang atau dituntut menetap di kampung sebagai tanda bakti. Perubahan sikap budaya baru yang dengan sadar dilakukan sebagai modal mental strategis bersaing di tengah pasar bebas yang keras, membangun keunggulan pribadi, produk atau jasa, perusahaan, dan daerah bahkan sampai ke tingkat dunia. Ini tugas strategis pengurus dan anggota Ikatan Kerukunan Keluarga (IKK) Banjar di mana pun, menindaklanjuti pertemuan bisnis saudagar Banjar tentang masalah migrasi budaya dan pembangunan daerah, menjadi bola salju. Lantas? Aruh Ganal (pesta besar) atau temu bisnis Saudagar Banjar di mana pun dalam bentuk apa pun, bukan lagi sekadar melepas rindu, tetapi sudah menyusun aliansi strategis terpadu.

ETNIS dan ras lebih penting dibanding negara dalam era globalisasi (Joel Kotkin)

BAGAIMANA strategi Anda ?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar